Antara Flex Time & Overwork di Dunia Startup

0
2

Budaya kerja di dunia startup sering kali dipromosikan sebagai fleksibel, menyenangkan, dan tidak terlalu kaku seperti perusahaan konvensional. Banyak orang muda tertarik karena jam kerja yang tidak terlalu mengikat, suasana santai, dan kemungkinan berkembang lebih cepat. Namun, di balik semua fleksibilitas itu, ada sisi gelap yang tidak banyak dibicarakan: overwork alias kerja berlebihan.

Fenomena ini bukan isapan jempol semata. Di banyak startup, budaya kerja sering kali tidak mengenal batas waktu. Jam kerja fleksibel berubah menjadi kerja nonstop. Lalu, apakah ini konsekuensi alami dari startup culture, atau justru sebuah ilusi kebebasan?


Apa Itu Flex Time dalam Dunia Startup?

Flex time atau waktu kerja fleksibel adalah kebijakan yang memberi karyawan kebebasan untuk mengatur jam kerjanya sendiri, selama target dan output terpenuhi. Misalnya, seseorang bisa mulai bekerja jam 10 pagi dan selesai jam 7 malam, atau bahkan bekerja malam jika itu lebih sesuai dengan ritmenya.

Secara teori, konsep ini memberi ruang bagi karyawan untuk lebih menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life balance). Apalagi di era kerja hybrid dan remote seperti sekarang, fleksibilitas menjadi daya tarik tersendiri.


Realita di Balik Fleksibilitas

Namun, dalam praktiknya, flexibility sering kali datang dengan harga mahal. Banyak pekerja startup merasa tidak benar-benar memiliki batas antara waktu kerja dan waktu istirahat. Beberapa realita yang umum terjadi:

  • Bekerja lebih dari 10 jam sehari, karena jam kerja tidak dibatasi.

  • Meeting di luar jam kerja, seperti malam hari atau akhir pekan.

  • Selalu standby, karena komunikasi tim menggunakan aplikasi seperti Slack atau Discord yang aktif 24/7.

  • Rasa bersalah kalau tidak produktif, meskipun tidak ada jam kerja resmi.

Fleksibilitas justru bisa menjadi jebakan. Tanpa batasan waktu yang jelas, karyawan bisa terus bekerja tanpa sadar telah melampaui batas kesehatan fisik dan mentalnya.


Budaya “Gila Kerja” yang Terselubung

Salah satu sisi gelap dari startup culture adalah glorifikasi kerja berlebihan. Kata-kata seperti “grind”, “hustle”, atau “kerja keras biar cepat sukses” sering digaungkan sebagai motivasi, padahal bisa menciptakan tekanan yang tidak sehat.

Beberapa startup bahkan menjadikan kerja lembur sebagai norma tidak tertulis. Jika kamu pulang “tepat waktu”, kamu bisa dianggap tidak berdedikasi. Ini tentu saja bisa menciptakan lingkungan kerja yang toxic, walau dibalut dengan label “fleksibel”.


Mengapa Ini Terjadi?

Beberapa alasan kenapa overwork sering terjadi di startup:

  1. Tim yang kecil, kerjaan yang besar
    Startup biasanya memiliki sumber daya manusia terbatas tapi target ambisius, sehingga beban kerja otomatis tinggi.

  2. Kultur kecepatan
    Motto “fail fast, iterate faster” membuat semua harus serba cepat, bahkan jika itu berarti harus bekerja nonstop.

  3. Kurangnya SOP dan batasan
    Banyak startup masih berkembang dan belum punya struktur manajemen yang kuat. Ini membuat batas jam kerja dan job description kabur.

  4. Tekanan dari investor
    Startup yang sudah mendapatkan pendanaan harus menunjukkan hasil cepat. Ini mendorong tim bekerja ekstra keras.


Dampaknya pada Karyawan

Jika dibiarkan, overwork bisa berdampak serius:

  • Burnout atau kelelahan ekstrem yang bisa menurunkan performa.

  • Menurunnya motivasi dan loyalitas terhadap perusahaan.

  • Masalah kesehatan mental, seperti stres dan kecemasan.

  • Produktivitas menurun, meskipun jam kerja bertambah.

Ini adalah ironi besar: budaya kerja yang awalnya ingin menciptakan kebebasan dan kenyamanan justru bisa membuat karyawan kehilangan keseimbangan hidup.


Solusi: Budaya Kerja Sehat & Sadar Batas

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat di dunia startup, beberapa langkah ini bisa mulai diterapkan:

  • Tentukan jam kerja yang jelas, meskipun fleksibel, harus ada waktu cut-off.

  • Berikan edukasi tentang manajemen waktu dan work-life balance.

  • Beri contoh dari atas. Pemimpin startup harus menunjukkan bahwa menghargai waktu istirahat itu penting.

  • Evaluasi beban kerja, agar setiap anggota tim tidak harus selalu “sprint”.


Penutup: Antara Mimpi dan Realita Dunia Startup

Startup memang menjadi tempat menarik bagi banyak talenta muda untuk berkarya, belajar, dan tumbuh cepat. Namun, jika tidak diimbangi dengan budaya kerja yang sehat, fleksibilitas bisa berubah jadi bumerang.

Bekerja di startup tidak harus berarti mengorbankan waktu pribadi dan kesehatan. Perusahaan perlu mulai membangun ekosistem yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan bisnis, tapi juga kesejahteraan tim.

Di era kerja digital saat ini, aplikasi seperti Kantor Kita bisa menjadi salah satu alat bantu untuk menciptakan struktur yang sehat. Meskipun startup mengandalkan fleksibilitas, tools seperti Kantor Kita membantu memastikan kehadiran dan jam kerja tetap terpantau dengan rapi — tanpa harus mengorbankan kebebasan.

Previous articleNavigasi Absensi di Era Gig Economy Modern
Next articlePromo Kantor Kita Oktober 2025: BAPER (Banyak Promo Oktober)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here